Memahami Toleransi Beragama:
Sebuah Tinjauan Mendalam tentang Ayat Al-Qur’an

 

Toleransi beragama seringkali disalahpahami dalam konteks keislaman. Nampak bahwa terdapat upaya besar untuk menggeser pemahaman dengan menafsirkan bahwa Islam adalah agama yang secara mutlak mengakomodasi semua keyakinan. Salah satu ayat yang kerap dijadikan dalih adalah ayat ke-62 surah Al-Baqarah.

 

Analisis Mendalam Ayat Toleransi

Ayat tersebut berbunyi:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin (umat terdahulu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi tidak memeluk agama tertentu) siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan amal shaleh (pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.” (Al Baqarah; 62).

Namun, interpretasi ayat ini memerlukan pemahaman yang komprehensif dan kontekstual.

 

Konteks Historis dan Teologis

Untuk memahami secara baik ayat ini, terdapat tiga ayat kunci yang serupa dan perlu dipahami secara bersamaan, disamping keterangan-keterangan lain yang mendukung ketiganya:

  1. Ayat dari Al-Baqarah (62)

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin (umat terdahulu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi tidak memeluk agama tertentu) siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan amal shaleh (pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.” (Al Baqarah; 62).

  1. Ayat dari Al-Maidah (69)

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالصَّابِـُٔوْنَ وَالنَّصٰرٰى مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Sabiin, dan Nasrani, siapa yang beriman kepada Allah, hari Akhir, dan beramal saleh, tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih.” (Al Maaidah; 69)

  1. Ayat dari Al-Hajj (17)

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالصَّابِـِٕيْنَ وَالنَّصٰرٰى وَالْمَجُوْسَ وَالَّذِيْنَ اَشْرَكُوْٓا ۖاِنَّ اللّٰهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Sabiin, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang menyekutukan Allah, akan Allah berikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas segala sesuatu.” (Al Hajj; 17)

 

Penafsiran Mendalam

Tiga ayat tersebut, seluruhnya dibawakan dalam bentuk jumlah ismiyyah, yaitu kalimat yang terdiri dari mubtada’ (pokok kalimat atau subjek) dan khabar (predikat). Mubtada’ dari ayat-ayat tersebut (tanpa melihat kata inna) menyebutkan informasi tentang golongan manusia pra-kedatangan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan khabarnya menyebutkan informasi tentang status hukum dan kewajiban mereka pasca diangkatnya Muhammad sebagai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tantang golongan mereka yang hidup pada masa pra-kedatangan Nabi Muhammad, maka mencakup umat yang:

– Tetap dalam fitrah agamanya, sebagaimana ajaran nabi dan rasul yang diutus kepada mereka

– Orang-orang yang menisbahkan dirinya sebagai umat Yahudi di masa nabi Musa ‘Alaihissalaam

– Orang-orang yang menisbahkan dirinya sebagai umat nashrani di masa nabi Isa ‘Alaihissalaam

– dan umat-umat lainnya

Tentang kewajiban mereka pasca diangkatnya Muhammad sebagai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah;

– Beriman kepada Allah

– Beriman kepada Hari Akhir

– Melaksanakan amal shaleh (amal yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Status mereka yang melaksanakan kewajiban itu adalah muslim, yang dinyatakan oleh Allah sebagai orang-orang yang akan mendapatkan pahala dari Allah, tidak akan takut dan tidak pula bersedih. Adapun bagi mereka yang ingkar dan tidak mau mengikuti syari’at Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hal sebaliknya yang tentu akan mereka alami, yaitu; tidak akan dapat pahala (gugur amalannya), diselimuti rasa takut dan kesedihan. Sebabnya karena keyakinan mereka itu adalah keyakinan yang sesat dan menyimpang, tidaklah akan diterima oleh Allah dan kelak Allah akan memasukkan siapa saja yang meninggal dalam keadaan tersebut ke dalam neraka jahannam.

 

Perubahan Paradigma dengan Kedatangan Islam

Dari penjelasan tadi diketahui bahwa telah terjadi perubahan paradigma dari sebelum kedatangan Islam hingga kedatangannya. Perubahan paradigma keimanan setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ditegaskan dalam firman Allah:

فَاِنْ اٰمَنُوْا بِمِثْلِ مَآ اٰمَنْتُمْ بِهٖ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۚ

“Jika mereka telah mengimani apa yang kalian imani (wahai umat Muhammad), sungguh mereka telah mendapat petunjuk.” (Al Baqarah; 137)

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam.” (Ali Imraan; 19)

 

Konsekuensi Teologis

Dengan adanya perubahan paradigma tersebut, maka bagi mereka yang tetap dengan keyakinannya yang dulu dan menolak risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah kedatangannya, berlaku ketentuan:

– Tidak diterima agama dan keyakinannya (tertolak)

– Termasuk golongan yang rugi

– Diancam sebagai golongan penghuni neraka

Allah berfirman:

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imraan; 85) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ ‌لَا ‌يَسْمَعُ ‌بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidak ada seorang pun dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani, yang mendengar seruan-Ku, kemudian mati tanpa beriman kepada apa yang aku diutus untuknya, melainkan dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)

 

Penutup

1. Memahami Toleransi Sejati; toleransi dalam Islam bukanlah penerimaan mutlak semua keyakinan, melainkan:

– Saling menghormati

– Menghargai kemanusiaan

– Memahami perbedaan dengan penuh kesadaran dan melaksanakan keyakinan secara benar dan sungguh-sungguh berdasarkan keyakinannya tersebut

2. Penting untuk memahami ayat-ayat suci dengan pendekatan komprehensif, mempertimbangkan konteks historis, teologis, dan paradigma keislaman yang utuh.